Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

PENCEMARAN TUMBUHAN


1.      Penyebab Terjadinya Pencemaran pada Tanaman
a.       Dampak pencemaran air terhadap tanaman
Material-material berbahaya yang menjadi bahan pencemar misalnya logam berat seperti arsen (As), kadmium (Cd), berilium (Be), Boron (B), tembaga (Cu), fluor (F), timbal (Pb), air raksa (Hg), selenium (Se), seng (Zn), juga yang berupa oksida karbon (CO dan CO2), oksida nitrogen (NO dan NO2), oksida belerang (SO2 dan SO3), H2S, asam sianida (HCN), senyawa/ion klorida, partikulat padat seperti asbes, tanah/lumpur, senyawa hidrokarbon seperti metana, dan heksana
Kalau sampai bahan pencemar diatas masuk kedalam air dan air yang sudah terkontaminasi tersebut diserap oleh tumbuhan maka bisa jadi zat berbahaya tersebut juga ada pada tumbuhan itu. Dan jika tumbuhan dikonsumsi makhluk hidup bukan tidak mungkin akan menimbulkan dampak serius terhadap kesehatan dari makhluk hidup itu sendiri.
Kita sebagai manusia dapat menjadi perusak lingkungan dengan pencemaran zat berbahaya tapi juga dapat menjaga kelestarian lingkungan kalau pada masing-masing individu memiliki sikap peduli akan lingkungan hidup.
http://www.gunungkidul.org/2012/01/dampak-pencemaran-air-terhadap-tumbuhan.html diakses pada hari jumat, 07 septermber 2012. Pukul: 20:40

b.      Dampak pencemaran udara terhadap tanaman
Hujan Asam (Acid Rain)
Akibat polusi NH4, H2SO4 yang turun bersama hujan menyebabkan pH air menurun, juga endapannya dapat bertahan di tanah oleh hujan akan dilarutkan menyebabkan pH menurun. Penyebab utamanya adalah terbentuknya gas SO2 dan NO2 oleh ulah manusia dari bahan bakar batubara dan bahan bakar minyak. Adapun reaksi oksidasi di udara, dapat dgambarkan sebagai berikut :
SO2 + ½ O2 + H2O (2H + SO2)aq
2NO2 + ½ O2 + H2O 2 (H + NO3) aq.
HNO3 sangat asam dan larut dengan baik sekali. Selain itu juga merupakan asam keras dan reaktif terhadap benda-benda lain yang menyebabkan korosif. Oleh sebab itu, presipitasinya akan merusak tanaman terutama daun (Manahan, 1994).
Suatu pelajaran penting dari hujan asam dapat dilihat dari data di Skandinavia yang terkenal dengan hutan dan banyaknya sungai dan danau. Di samping itu, pengukuran pH pada air permukaan Norwegia Tengah dari 21 perairan yang diukur pHnya rata-rata turun dari 7,5 menjadi 5,4 hingga 6,3 diantara tahun 1941-1970.
Di Swedia, dari 14 perairan yang diukur, pH air permukaan menurun dari 6,5 – 6,6 ke 5,4 – 5,6 dari tahun 1950 ke 1971 dan menurun dari 5,7 menjadi 4,9 antara tahun 1955 ke 1973. banyak penurunan pH sangat berpengaruh terhadap tumbuhan yang mendapat air dari perairan tersebut (Walker et al, 1996).
diakses pada hari jumat, 07 september 2012. Pukul: 20:36

c.       Dampak polusi terhadap tumbuhan
Lingkungan pertanian
Pencemaran tanah dilingkungan pertanian dan perkebunan selain oleh sisa-sisa tumbuhan dapat terjadi karena penggunaan pestisida kimia, pupuk dan irigasi. Pestisida dapat membunuh hama pengganggu dan dapat juga membunuh biota tanah yang bergunan bagi kesuburan tanah seperti cacing tanah dan mikroorganisme.
Pupuk yang digunakan secara   berlebihan dapat menjadi racun bagi tanaman. Pestisida dan pupuk dapat  berdampak terhadap kualitas tanah dan juga dapat menjadi polutan di air jika terbawa oleh aliran air ke perairan.
Proses irigasi dapat menyebabkan tanah mengalami salinisasi yaitu peningkatan kadar garam. Kadar garam yang terlalu tinggi pada tanah menyebabkan keracunan pada tanaman.

d.      Penggunaan pupuk dan obat pembasmi hama tanaman yang sesuai
Pemberian pupuk pada tanaman dapat meningkatkan hasil pertanian. Namun, di sisi lain dapat menimbulkan pencemaran jika pupuk tersebut masuk ke perairan. Eutrofikai merupakan salah satu dampak negatif yang ditimbulkan oleh pupuk buatan yang masuk ke perairan.
Begitu juga dengan penggunaan obat anti hama tanaman. Jika penggunaannya melebihi dosis yang ditetapkan akan menimbulkan pencemaran. Selain dapat mencemari lingkungan juga dapat meyebabkan musnahnya organisme tertentu yang dibutuhkan, seperti bakteri pengurai atau serangga yang membantu penyerbukan tanaman.
Pemberantasan hama secara biologis merupakan salah satu alternatif yang dapat mengurangi pencemaran dan kerusakan ekosistem pertanian.
diakses pada hari jumat, 07 september 2012. Pukul: 20:43


2.      Upaya Penyelesaian
a.      Peraturan dan Pengarahan Kepada Para Pengguna
Peraturan dan cara-cara penggunaan pestisida dan pengarahan kepada para pengguna perlu dilakukan, karena banyak dari pada pengguna yang tidak mengetahui bahaya dan dampak negatif pestisida terutama bila digunakan pada konsentrasi yang tinggi, waktu penggunaan dan jenis pestisida yang digunakan.
Kesalahan dalam pemakaian dan penggunaan pestisida akan menyebabkan pembuangan residu pestisida yang tinggi pada lingkungan pertanian sehingga akan menganggu keseimbangan lingkungan dan mungkin organisme yang akan dikendalikan menjadi resisten dan bertambah jumlah populasinya. Untuk melindungi keselamatan manusia dan sumber-sumber kekayaan alam khususnya kekayaan alam hayati, dan supaya pestisida dapat digunakan efektif, maka peredaran, penyimpanan dan penggunaan pestisida diatur dengan Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1973.
Standar keamanan untuk pengaplikasian pestisida dan pengarahan untuk penggunaan yang aman dari pestisida, seperti cara pelarutan, jumlah (konsentrasi), frekuensi dan periode dari aplikasi, ditentukan oleh aturan untuk meyakinkan bahwa tingkat residu tidak melebihi dari standar yang telah ditetapkan. Keamanan dari produk-produk pertanian dapat dijamin bila bahan-bahan kimia pertanian diaplikasikan berdasarkan standar keamanan untuk penggunaan pestisida.

b.      Penggunaan Pestisida dengan Memperhatikan Kondisi Lingkungan
Untuk menghindari terjadinya pencemaran udara oleh adanya pestisida maka pada saat penggunaan pestisida, pengguna harus memperhatikan beberapa hal yang mampu mempengaruhi pendispersian polutan tersebut di udara. Faktor lingkungan seperti temperatur, kecepatan dan arah angin, dan kelembaban udara sangat berperan dalam mempercepat dan atau meringakan proses terjadinya pencemaran.

c.       Pengendalian Hayati Menggunakan Biokontrol
Peningkatan pembangunan pertanian diarahkan pada sistem pertanian berkelanjutan, dimana makna dari “berkelanjutan” adalah mengelola sumber daya yang ada sehingga dapat digunakan secara berkesinambungan serta meminimalisasi dampak negatif yang timbul. Dengan adanya pertanian berkelanjutan, maka penggunaan pestisida dapat secara teliti dan bertanggung jawab.
Dalam pertanian berkelanjutan, petani harus belajar dan meninggalkan metode produksi yang memakai banyak bahan kimia. Memakai cara rotasi tanam, menanam kacangan dan rumput untuk mengisi persediaan N, merawat tanah dengan pupuk dan kompos, serta mendaur ulang bahan organik. Pendekatan ini akan melindungi tanah dan mencegah pencemaran dan pencucian pupuk/bahan kimia dari tanah ke aliran sungai. Dengan semakin ketatnya peraturan pemakaian bahan kimia, pengendalian hayati atau biokontrol merupakan salah satu strategi untuk mengatasi dampak pencemaran lingkungan akibat pemakaian bahan kimia untuk proteksi pertanian.
Pengendalian suatu penyakit melalui biokontrol membutuhkan pengetahuan detail tentang interaksi patogen inang dan antara patogen dengan mikroba-mikroba sekitarnya. Pengetahuan ini sangat penting karena prinsip biokontrol adalah pengendalian dan bukan pemberantasan patogen. Keberhasilan suatu biokontrol ditentukan oleh kemampuan hidup agen biokontrol tersebut dalam lingkungannya.
Salah satu agensia pengendalian hayati yang efektif yaitu jamur Trichoderma spp yang mempu menangkal pengaruh negatif jamur patogen pada tanaman kedelai (tanaman inang). Species Trichoderma harzianum dan Trichoderma viridae dapat mengendalikan aktifitas jamur patogen Rhizoctonia solanii yang memberikan pengaruh positif terhadap kemampuan berkecambah biji kedelai dan pertumbuhan biomassa tanaman. Penelitian lain juga menyebutkan bahwa Mikorhiza sp. juga mampu menanggulangi efek negatif patogen berupa bakteri penyakit darah pada pisang. Pengendalian hayati sangat erat hubungannya dengan pemanfaatan sistem ketahanan tanaman terhadap patogen penyebab penyakit. Ini juga berhubungan dengan mekanisme reaksi biokimia di dalam jaringan tanaman tersebut.

d.      Metode Bioremediasi Sebagai Tindakan Perbaikan
Sebagai tindakan korektif bagi lahan yang telah tercemar oleh residu pestisida, saat ini juga banyak dikembangkan metode “Bioremediasi”. “Bioremediasi” dikenal sebagai usaha perbaikan tanah dan air permukaan dari residu pestisida atau senyawa rekalsitran lainnya dengan menggunakan jasa mikroorganisme. Mikroorganisme yang digunakan berasal dari tanah namun karena jumlahnya masih terbatas sehingga masih perlu pengkayaan serta pengaktifan yang tergantung pada tingkat rekalsitran senyawa yang dirombak.
pada hari jumat jam: 20:45

3.      Tumbuhan sebagai indicator dalam pencemaran lingkungan
Tumbuhan, sifat-sifatnya merupakan pencerminan yang ada di dalam tumbuhan itu (hereditas), tetapi selain itu pertumbuhannya juga dipengaruhi lingkungan. Jadi fenotipe yang terjadi merupakan paduan dari hereditas dan lingkungan itu. Tumbuhan dapat hidup dengan baik di lingkungan yang menguntungkan. Suatu tumbuhan atau komunitas tumbuhan dapat berperan sebagai pengukur kondisi lingkungan tempat tumbuhnya, disebut indikator biologi atau bioindikator atau fitoindikator. Etau dengan istilah lain tumbuhan yang dapat digunakan sebagai indikator kekhasan habitat tertentu disebut tumbuhan indikator.
          Banyaknya tumbuhan yang dapat dijadikan sebagai indikator suatu lingkungan. Dalam suatu komunitas tumbuhan beberapa diantaranya dominan dengan jumlah yang melimpah. Tumbuhan semacam ini merupakan indikator yang penting karena mereka sudah sangat erat hubungan dengan habitatnya. Dengan demikian dapatlah dinyatakan bahwa komunitas atau setidak-tidaknya kebanyakan tumbuhan merupakan indikator yang lebih baik daripada tumbuhan yang tumbuh secara individual.
          Pengetahuan tentang indikator tumbuhan dapat membantu mencirikan sifat tanah setempat, dengan demikian dapat untuk menentukan tanaman apa atau apa yang dapat diusahakan di bagian tanah itu atau seluruh tanah di situ. Indikator tumbuhan juga digunakan untuk memperkirakan kemungkinan lahan sebagai sumber daya untuk hutan, padang rumput atau tanaman pertanian. Bahkan beberapa jenis logam dapat dideteksi dengan pertumbuhan tumbuhan tertentu di suatu areal.
Azas-azas tumbuhan indikator
          Tumbuhan indikator mempunyai kekhususan, dengan demikian diperlukan adanya pedoman umum yang kemungkinan dipunyai dalam penerapan di lapang.
Pedoman umum atau azas itu antara lain :
1. Tumbuhan sebagai indikator kemungkinan bersifat steno atau eury.
2. Tumbuhan terdiri atas banyak spesies merupakan indikator yang lebih baik daripada kalau terdiri atas sedikit spesies.
3. Sebelum mempercayai sebagai suatu indikator harus dibuktikan dulu di tempat-tempat lain.
4. Banyaknya hubungan antara spesies, populasi dan komunitas sering memberikan petunjuk sebagai indikator yang lebih dapat dipercaya daripada spesies tunggal.
Tipe-tipe indikator tumbuhan
          Tipe yang berbeda dalam indikator tumbuhan mempunyai peranan yang berbeda dalam aspek tertentu.
1. Indikator tumbuhan untuk pertanian
          Kebanyakan indikator tumbuhan menentukan apakah tanah cocok untuk pertanian atau tidak. Petumbuhan tanaman pertanian dapat berbeda di beberapa kondisi lingkungan yang berbeda dan jika tumbuh dengan baik di suatu tanah berarti tanah itu cocok untuk tanaman itu. Sebagai suatu contoh, rumput-rumput pendek menandakan bahwa tanah di situ keadaan airnya kurang. Adanya rumput yang tinggi dan rendah menandakan tanah tempat tumbuh rumput itu subur, dengan demikian juga cocok untuk pertanian. Dhawar dan Nanda (1949) di India mengemukakan beberapa indikator tumbuhan pada berbagai tipe tanah sebagai berikut :
Daftar 2. Hubungan antara indikator tumbuhan dan karakteristik tanah
Indikator tumbuhan
Karakteristik tanah
Salvador aleoides
Ca & Bo tinggi, baik untuk tanaman pertanian
Zizyphus nummularia
Tanah baik untuk pertanian
Prosopis cineraria
Tanah baik untuk pertanian dengan adanya pengairan
Peganum harmala
Tanah kaya akan N dan garam-garam, baik untuk pertanian
Butea monosperma
Tanah alkalinitasnya tinggi
Capparia decidua
Tanah alkalin
Sumber : Shukla & Chandel (1985)
2. Indikator tumbuhan untuk overgrazing
          Kebanyakan tumbuhan yang menderita perlakuan karena adanya manusia/hewan yang kurang makan ini mengalami modifikasi sehingga vegetasinya berbentuk padang rumput. Sedangkan padang rumput sendiri kalau mengalami overgrazing akan mengalami kerusakan dan produksinya sebagai makanan ternak akan  turun. Tumbuhan yang tahan tidak rusak tetapi seperti istirahat. Beberapa tumbuhan menunjukkan sifat yang karakteristik bahwa di situ terjadi overgrazing. Biasanya hal itu dicirikan dengan adanya beberapa gulma semusim atau gulma tahunan berumur pendek, antara lain seperti Polygonum, Chenopodium, Lepidium dan Verbena. Beberapa tumbuhan tidak menunjukkan atau sedikit menunjukkan adanya peristiwa itu, yaitu seperti : Opuntia, Grindelia, Vernonia.
3. Indikator tumbuhan untuk hutan
          Beberapa tumbuhan menunjukkan tipe hutan yang karakteristik dan dapat tumbuh pada suatu areal yang tidak terganggu. Pada umumnya di sini tumbuhan yang ada menunjukkan bahwa sifat pertumbuhannya sesuai dengan kondisi hutan sehingga bila di situ dijadikan hutan kemungkinannya akan berhasil.
4. Indikator tumbuhan untuk humus
          Beberapa tumbuhan dapat hidup pada humus yang tebal. Monotropa, Neottia dan jamur menunjukkan adanya humus di dalam tanah.
5. Indikator tumbuhan untuk kelembaban
          Tumbuhan yang lebih suka hidup di daerah kering akan menunjukkan kandungan air tanah yang rendah di dalam tanah, antara lain seperti : Saccharum munja, Acacia, Calotropis, Agare, Opuntia dan Argemone. Sedangkan Citrullus dan Eucalypus tumbuh di tanah yang dalam. Tumbuhan hidrofit menunjukkan kandungan air tanah yang jenuh atau di paya.
Vegetasi Mangrove dan Polygonus menunjukkan tanah mengandung air yang beragam.
6. Indikator tumbuhan untuk tipe tanah
          Beberapa tumbuhan seperti : Casuarina equisetifolia, Ipomoea, Citrullus, Cilliganum polygonoides, Lycium barbarum dan Panicum tumbuh di tanah pasir bergeluh. Imperata cylindrica tumbuh di tanah berlempung. Kapas suka tumbuh di tanah hitam.
7. Indikator tumbuhan untuk reaksi tanah
          Rumex acetosa Rhododendron, Polytrichum dan Spagnum menunjukkan tanah kapur. Beberapa lumut menunjukkan tanah berkapur dan halofit menunjukkan tanah bergaram.
8. Indikator tumbuhan untuk mineral
          Beberapa tumbuhan suka tumbuh di tanah-tanah dengan kandungan mineral yang khas, tumbuhan semacam ini disebut Metallocolus atau Metallophytes.
Tumbuhan semacam itu seperti di bawah ini :
a. Vallozia candida menunjukkan adanya intan di Brasilia.
b. Equisetum speciosa, Thuja sp, tumbuh di tanah yang mengandung mineral emas.
c. Eriogonium ovalifolium tumbuh di tanah yang mengandung perak di USA.
d. Stelaria setacea tumbuh di tanah yang mengandung air raksa di Spanyol.
e. Astragalus sp., Neptunia amplexicalis, Stanleya pinnata, Onopsis condensator menunjukkan adanya Selanium.
f. Astragalus sp. tumbuh di tanah berkandungan uranium di USA.
g. Viscaria alpina di Norwegia, Gymnocolea acutiloba di Amerika, Gypsophila patrini di Rusia tumbuh di tanah yang kandungan Cu nya tinggi.
h. Viola calaminara, V. lutea di Eropa tumbuh di tanah yang mineral Zinc nya tinggi.
i. Salsola nitrata, Eurotia cerutoides tumbuh di tanah yang kandungan BO tinggi.
j. Silene cobalticola di Kongo dan Nyssa sylvatica di Amerika tumbuh di tanah dengan kandungan Cobalt tinggi.
k. Lychnis alpina di Swedia menunjukkan adanya Ni.
l. Allium, Arabis Oenothera, Atriplex tumbuh di tanah yang ber Sulfur.
m. Lycium, Juncus, Thalictrum tumbuh dengan adanya lithium (Li).
n. Damara orata, Dacrydium aledonicum di skotlandia tumbuh di tanah mengandung mineral Fe (Iron).
o. Flex aquifolium di Italia tumbuh dengan adanya Alumunium.
Kecuali hal-hal di atas kandungan mineral dalam jaringan tumbuhan dapat menggambarkan bagaimana daur biogeokimianya sehingga dapat juga menggambarkan status lingkungan tempat tumbuhnya. Lyon dan Brooks (1969) mendapatkan bahwa Olearia rani menjadi penilaian untuk molibdenium. Hal yang sama, perak didapati dengan jelas di bagian-bagian tertentu pada daun. Kandungan sulfat pada daun secara langsung berhubungan dengan konsentrasi SO2 udara. Farrar (1977) melihat bahwa kandungan sulfur pada pinus jarum berhubungan dengan konsentrasi SO2. Kandungan fluroride pada daun Sorghum vulgare menunjukkan bahwa udara yang tak terlalu jauh dari tanaman itu tercemar dengan fluoride,  jaraknya kira-kira lebih dari 4 km.
9. Indikator tumbuhan untuk logam berat
          Tanah yang mempunyai cadas berkandungan logam berat, khususnya Zn, Pb, Ni, Co, Cr, Cu, Mr, Mg, Cd, Se dan lain-lain. Diantaranya Mn, mg, Cd dan Se bersifat toksik untuk kebanyakan tumbuhan.
Kontaminasi logam berat juga terjadi di daerah industri, baik yang berbentuk debu ataupun garam dalam perairan di daerah industri tersebut.
Kebanyakan tumbuhan sensitive terhadap logam berat. Membukanya stomata dipengaruhi, fotosintesis S turun, respirasi terganggu dan akhirnya pertumbuhan terhambat. Sebagian besar logam berat ini merupakan deposit di dinding sel-sel perakaran dan daun.
Beberapa tumbuhan metalofit dapat digunakan sebagai indikator untuk suatu deposit dekat dengan permukaan tanah, sehingga cocok untuk ditanam di daerah pertambangan atau industri. Cardominopsis halleri, Silene vulagaris, Agrotis tenuis, Minuartia verna, Kichornia crassipes, Astragalus racemosus, Thlaspi alpestre merupakan tumbuhan metafolit logam berat.
10. Indikator tumbuhan untuk habitat saline
          Beberapa tumbuhan tumbuh dan tahan dalam habitat dengan kandungan garam tinggi, yang kemudian disebut halofit. Tumbuhan itu biasa hidup di pantai yang mesofit atau hidrofit tak dapat hidup subur, karena dua yang disebut terakhir biarpun tahan genangan tetapi tidak tahan kadar garam yang tinggi di air ataupun tanah di situ. Kegaraman tanah antara lain oleh NaCl, CaSO4, NaCO3, KCl.
Tumbuhan yang dapat tumbuh di habitat semacam itu antara lain : Chaenopodium album, Snaeda fructicosa, Haloxylon salicorneum, Salsola foestrida, Tamarix articulata, Rhizophora mucronata, Avicennia alba, Acanthus ilicifllius. Ketahanan terhadap garam merupakan kemampuan tumbuhan untuk melawan adanya akibat yang disebabkan oleh garam sehingga kerusakannya tidak serius.
Ketahanan itu tergantung pada spesies, tipe jaringan, vitalitas, nisban ion dan peningkatan konsentrasi ion. Tumbuhan yang dapat hidup dalam 4 – 8% NaCl, sedang yang tidak tahan akan mati bila NaCl 1 – 5%. Tumbuhan yang tahan antara lain : Betula papyrivera, Elaeagnus angustifolia, Fraxinus excelstra, Populus alba, P. canadensis, Rosa rugosa, Salix alba, Ulmus americana, Juniperus chinensis, Pinus nigra.
11. Indikator tumbuhan untuk pencemaran
          Penggunaan vegetasi sebagai indikator biologi untuk pencemaran lingkungan sudah sejak lama, kira-kira sejak seratus tahun yang lalu di daerah pertambangan. Pengetahuan tentang ketahanan terhadap polutan terutama untuk vegetasi yang tumbuh di daerah industri atau di daerah padat penduduk.
Pada umumnya tumbuhan lebih sensitive terhadap polutan daripada manusia. Tumbuhan yang sensitiv dapat merupakan indikator, sedangkan tumbuhan yang tahan dapat merupakan akumulator polutan di dalam tubuhnya, tanpa mengalami kerusakan. Jamur, fungi dan Lichenea sensitive terhadap SO2 dan halide.
Konsentrasi SO2 sampai 1% membahayakan tumbuhan yang lebih tinggi. Banyak bahan kimia, pupuk, pestisida dan pemakaian bahan-bahan fosil yang tinggi melepaskan substansi-substansi toksik ke lingkungan dan hal itu dapat diserap juga oleh tumbuhan melalui udara, air atau tanah. Polutan di atmosfer yang berbahaya untuk tumbuhan antara lain SO2, halide (HF, HCl), Ozone dan Peroxiacetyl-nitrat (PAN) yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor, industri dan radiasi yang kuat. Substansi berbahaya yang mencapai tumbuhan melalui udara ialah : SO2, nitrogenoksida, ammonia, Hidrokarbon, debu, dan habitat.
Tumbuhan yang tumbuh di air akan terganggu oleh bahan kimia toksik dalam limbah (sianida, khlorine, hipoklorat, fenol, derivativ bensol dan campuran logam berat). Pengaruh polutan terhadap tumbuhan dapat berbeda tergantung pada macam polutan, konsentrasinya dan lamanya polutan itu berada. Pada konsentrasi tinggi tumbuhan akan menderita kerusakan akut dengan menampakkan gejala seperti khlorosis, perubahan warna, nekrosis dan kematian seluruh bagian tumbhan. Di samping perubahan morfologi juga akan terjadi perubahan kimia, biokimia, fisiologi dan struktur.
Jaringan dalam tumbuhan
Kerusakan karena pencemaran dapat terjadi karena adanya akumulasi bahan toksik dalam tubuh tumbuhan, perubahan ph, peningkatan atau penurunan aktivitas enzim, rendahnya kandungan asam askorbat di daun, tertekannya fotosintesis, peningkatan respirasi, produksi bahan kering rendah, perubahan permeabilitas, terganggunya keseimbangan air dan penurunan kesuburannya dalam waktu yang lama. Gangguan metabolisme berkembang menjadi kerusakan kronia dengan konsekuensi tak beraturan. Tumbuhan akan berkurang produktivitasnya dan kualitas hasilnya juga rendah. Kecuali itu struktur kayu juga berubah, cabang-cabang kering dan secara perlahan pohon akan mati. Gejala adanya pencemaran pada tumbuhan sangat bervariasi dan tidak spesifik. Suatu polutan berpengaruh terhadap tumbuhan yang berbeda dengan cara yang berbeda-beda dan suatu gejala dapat terjadi karena suatu substansi. Pengaruh faktor-faktor luar seperti polutan pada tumbuhan tergantung  spesiesnya, fase perkembangannya dan jaringan atau organ yang terkena. Perubahan morfologi suatu tumbuhan dan komposisi floristik suatu komunitas tumbuhan dapat digunakan untuk menduga adanya perubahan lingkungan.
Beberapa perubahan yang terjadi pada tumbuhan yang dapat digunakan sebagai indikator pencemaran antara lain perkecambahan, perubahan morfologi, perubahan biokemis dan fisiologi.
Perkecambahan
Perkecambahan biji banyak digunakan untuk memantau tanggapannya terhadap pecemaran. Parameter-parameter pertumbuhan seperti persentase perkecambahan, daya hidup biji, tinggi bibit, pengembangan kotil dan berat kering/segar dapat digunakan untuk mendeteksi bahan pencemaran yang khas. Phaseolus vulgaria tumbuh di daerah bebas asap atau dipengaruhi asap. Thiosulfat berpengaruh toksik dan menghambat perkecambahan pada kebanyakan tumbuhan.
Di samping perkecambahan biji, perkecambahan tepung sari Nicotiana sylvestris juga digunakan untuk mengidikasikan pencemaran.
Perubahan morfologi
DN Rao (1977) telah mempelajari tanggapan terhadap pencemaran pada beberapa tumbuhan sebagai indikator. Polygonum, Rheum, Vicia, Phaseolus dan Capsella telah diobservasi sebagai indikator pencemaran.
Menurut Brandt (1974) kebanyakan spesies tumbuhan dapat digunakan untuk mendeteksi adanya komtaminasi. Pada umumnya tanggapan tumbuhan terhadap bahan pencemaran bersifat karakteristik tetapi tidak spesifik. Usaha-usaha telah dilakukan untuk mengembangkan jenis-jenis tumbuhan yang dapat digunakan sebagai indikator yang spesifik untuk suatu bahan pencemar.
Jagung, ketela rambat dan gandum yang pertumbuhannya terhambat sebagai tanda adanya keracunan yang tinggi. Penurunan panjang akar, panjang batang, jumlah anakan, daun, bulir dan biji pada gandum telah dipalorkan terjadi di daerah yang tercemar oleh debu semen. Keadaan yang sama pada tinggi tanaman, jumlah daun dan jumlah buah per tanaman kapas menunjukkan adanya suatu pencemaran.
Penghambatan pertumbuhan lateral pada pohon-pohn di hutan disebabkan oleh debu batu kapur. Pohon pinus tidak dapat tumbuh dengan baik di daerah yang tercemar oleh SO2 telah pula dilaporkan bahwa daun merupakan organ yang sensitif terhadap pencemaran. Nilai indikator untuk pencemaran pada daun telah dilakukan oleh beberapa ahli dalam hubungannya dengan beberapa variasi kondisi. Kerusakan daun gejalanya bersifat karakteristik untuk bahan pencemar tertentu. Karakteristik itu meliputi pembentukan pigmen, khlorosis, menjadi kuning, nekrosis dan sebagainya.
Daun tumbuhan dikotil umumnya menunjukkan adanya bercak antara tulang-tulang daun dan pada monokotil umumnya terjadi garis nekrosis antara tulang-tulang daun paralel. Kerusakan dapat terjadi juga pada tepi dan pucuk daun. Tanda-tanda yang diakibatkan oleh Ozone, Nitrogen oksida dan Khlorine hampir sama. Pengurangan perluasan daun kotiledon dalam tanggapannya terhadap pencemaran telah diamati untuk beberapa kasus. Luka-luka nekrotik dan penurunan produktivitas primer bersih dalam konsentrasi SO2 yang berbeda-beda telah dilaporkan oleh LC Mishra (1980). Pada saat ini morfologi epidermis telah dipelajari sebagai indikator dalam tanggapannya terhadap bahan pencemar khususnya SO2. Kerusakan kutikula dan epidermis dapat digunakan untuk mengidikasikan adanya pencemaran udara.
Berat kering daun, penurunan tebal daun, ukuran sel, kehilangan daun dan cepatnya penuaan menandakan adanya pencemaran asap dan SO2.
Yunus dan Ahmad (1980) telah mengamati bahwa daun tumbuhan di daerah yang tercemar oleh debu dari pabrik semen mempunyai kerapatan stomata dan trichomata yang tinggi, sel epidermis dan ukuran trichomata lebih kecil dibandingkan dengan bila tidak tercemar.
Daftar 3. Tumbuhan indikator pencemaran dan sifat karakteristiknya (Legtan, 1971)
Polutan
Sifat karakteristik
Tumbuhan indikator
Ozone
Bercak atau garis merah atau coklat pada permukaan atas daun; pencemaran yang lebih berat, tepi daun mengerut, kelayuan pada bagian apikal pada pinus jarm.
Salvia, Dahlia, Pinus
SO2
Bercak transparan pada tepi atau dekat tulang daun, karena jaringan yang mati.
Ficus, Xenia, Pinus.
Hidrogen florida
Jaringan bagian apikal dan tepi daun rusak.
Gladiolus, Pinus.
Feroksiasetil nitrat
Kerusakan khlorofil daun dan sel-sel permukaan bawah mati
Chrysanthemum, Pitunia, Salvia, Primrose.
 Sumber : Shukla & Chandel (1985)
Perubahan biokimia dan fisiologi
Komposisi kimia daun telah luas digunakan sebagai indikator kondisi lingkungan. Di antara perkiraan-perkiraan biokemis yang dianggap parameter penting adalah analisis pigmen. Khlorofil a dan b telah diukur sebagai indeks tanggapan terhadap pencemaran tertentu. Pada Cassia, Cynodon; 50% penurunan khlorofil akan terjadi sedangkan Saccharum hanya terpengaruh sedikit. Estimasi kemis seperti protenis, asam amino, gula terlarut, sukrose, pati, gula reduksi, vit.C, ribofalvin, thiamin dan karbohidrat digunakan untuk menginduksikan pencemaran udara. Aktivitas fisiologi seperti pembukaan stomata, laju fotosintesis dapat juga digunakan sebagai indikator pencemaran. Fotosintesis sebagai parameter digunakan untuk campuran SO2, NO2 dan debu.
Parameter enzimatik juga digunakan untuk beberapa bahan pencemar.
Parokside merupakan indikator pencemaran yang sensitive bila tanda kerusakan tak tampak.
Kellar (1974) dan Jager (1975) melaporkan suatu tanggapan enzim yang berlainan di suatu daerah yang tercemar oleh florid, asap automobil dan SO2. Dengan demikian adanya aktivitas enzim tertentu pada suatu spesies tumbuhan dapatlah dihubungkan dengan jenis bahan pencemar tertentu, khususnya pencemaran udara. Parameter dengan menggunakan enzim itu antara lain dengan ribulose difosfat karboksilase, glutamatpiruvat transaminase, glutamat oksalasetat transaminase dan peroksidase untuk pencemaran SO2.




  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar