1.
Penyebab Terjadinya
Pencemaran pada Tanaman
a.
Dampak pencemaran air terhadap tanaman
Material-material berbahaya yang menjadi bahan pencemar
misalnya logam berat seperti arsen (As), kadmium (Cd), berilium (Be),
Boron (B), tembaga (Cu), fluor (F), timbal (Pb), air raksa (Hg), selenium (Se),
seng (Zn), juga yang berupa oksida karbon (CO dan CO2), oksida nitrogen (NO dan
NO2), oksida belerang (SO2 dan SO3), H2S, asam sianida (HCN), senyawa/ion
klorida, partikulat padat seperti asbes, tanah/lumpur, senyawa hidrokarbon
seperti metana, dan heksana
Kalau sampai bahan
pencemar
diatas masuk kedalam air dan air yang sudah terkontaminasi tersebut diserap
oleh tumbuhan maka bisa jadi zat berbahaya tersebut juga ada pada tumbuhan itu.
Dan jika tumbuhan dikonsumsi makhluk hidup bukan tidak mungkin akan menimbulkan
dampak serius terhadap kesehatan dari makhluk hidup itu sendiri.
Kita sebagai manusia dapat menjadi perusak lingkungan dengan pencemaran
zat berbahaya tapi juga dapat menjaga kelestarian lingkungan kalau pada
masing-masing individu memiliki sikap peduli akan lingkungan hidup.
http://www.gunungkidul.org/2012/01/dampak-pencemaran-air-terhadap-tumbuhan.html diakses pada hari jumat, 07 septermber 2012.
Pukul: 20:40
b.
Dampak pencemaran udara terhadap tanaman
Hujan Asam (Acid Rain)
Akibat polusi NH4, H2SO4 yang
turun bersama hujan menyebabkan pH air menurun, juga endapannya dapat bertahan
di tanah oleh hujan akan dilarutkan menyebabkan pH menurun. Penyebab utamanya
adalah terbentuknya gas SO2 dan NO2 oleh ulah manusia dari bahan
bakar batubara dan bahan bakar minyak. Adapun reaksi oksidasi di udara, dapat
dgambarkan sebagai berikut :
SO2 + ½ O2 + H2O (2H + SO2)aq
2NO2 + ½ O2 + H2O 2 (H +
NO3)
aq.
HNO3 sangat asam dan larut dengan
baik sekali. Selain itu juga merupakan asam keras dan reaktif terhadap benda-benda
lain yang menyebabkan korosif. Oleh sebab itu, presipitasinya akan merusak
tanaman terutama daun (Manahan, 1994).
Suatu pelajaran
penting dari hujan asam dapat dilihat dari data di Skandinavia yang terkenal
dengan hutan dan banyaknya sungai dan danau. Di samping itu, pengukuran pH pada
air permukaan Norwegia Tengah dari 21 perairan yang diukur pHnya rata-rata
turun dari 7,5 menjadi 5,4 hingga 6,3 diantara tahun 1941-1970.
Di Swedia, dari 14 perairan yang diukur, pH air permukaan menurun dari 6,5
– 6,6 ke 5,4 – 5,6 dari tahun 1950 ke 1971 dan menurun dari 5,7 menjadi 4,9
antara tahun 1955 ke 1973. banyak penurunan pH sangat berpengaruh terhadap
tumbuhan yang mendapat air dari perairan tersebut (Walker et al, 1996).
diakses
pada hari jumat, 07 september 2012. Pukul: 20:36
c.
Dampak polusi terhadap tumbuhan
Lingkungan pertanian
Pencemaran tanah
dilingkungan pertanian dan perkebunan selain oleh sisa-sisa tumbuhan dapat
terjadi karena penggunaan pestisida kimia, pupuk dan irigasi. Pestisida dapat
membunuh hama pengganggu dan dapat juga membunuh biota tanah yang bergunan bagi
kesuburan tanah seperti cacing tanah dan mikroorganisme.
Pupuk
yang digunakan secara berlebihan dapat menjadi racun bagi tanaman.
Pestisida dan pupuk dapat berdampak terhadap kualitas tanah dan juga
dapat menjadi polutan di air jika terbawa oleh aliran air ke perairan.
Proses
irigasi dapat menyebabkan tanah mengalami salinisasi yaitu peningkatan kadar
garam. Kadar garam yang terlalu tinggi pada tanah menyebabkan keracunan pada
tanaman.
http://emasanam.wordpress.com/2011/05/18/dampak-polusi-terhadap-kesehatan-manusia-dan-lingkungan/
diakses pada hari jumat, 07 september 2012. Pukul:20:55
d. Penggunaan pupuk dan obat pembasmi hama
tanaman yang sesuai
Pemberian pupuk pada tanaman dapat
meningkatkan hasil pertanian. Namun, di sisi lain dapat menimbulkan pencemaran
jika pupuk tersebut masuk ke perairan. Eutrofikai merupakan salah satu dampak
negatif yang ditimbulkan oleh pupuk buatan yang masuk ke perairan.
Begitu juga dengan penggunaan obat anti hama
tanaman. Jika penggunaannya melebihi dosis yang ditetapkan akan menimbulkan
pencemaran. Selain dapat mencemari lingkungan juga dapat meyebabkan musnahnya
organisme tertentu yang dibutuhkan, seperti bakteri pengurai atau serangga yang
membantu penyerbukan tanaman.
Pemberantasan hama secara biologis merupakan salah satu alternatif yang dapat mengurangi pencemaran dan kerusakan ekosistem pertanian.
Pemberantasan hama secara biologis merupakan salah satu alternatif yang dapat mengurangi pencemaran dan kerusakan ekosistem pertanian.
diakses pada hari jumat, 07 september 2012. Pukul: 20:43
2.
Upaya Penyelesaian
a. Peraturan dan
Pengarahan Kepada Para Pengguna
Peraturan dan cara-cara
penggunaan pestisida dan pengarahan kepada para pengguna perlu dilakukan,
karena banyak dari pada pengguna yang tidak mengetahui bahaya dan dampak
negatif pestisida terutama bila digunakan pada konsentrasi yang tinggi, waktu
penggunaan dan jenis pestisida yang digunakan.
Kesalahan dalam pemakaian
dan penggunaan pestisida akan menyebabkan pembuangan residu pestisida yang
tinggi pada lingkungan pertanian sehingga akan menganggu keseimbangan
lingkungan dan mungkin organisme yang akan dikendalikan menjadi resisten dan
bertambah jumlah populasinya. Untuk melindungi keselamatan manusia dan
sumber-sumber kekayaan alam khususnya kekayaan alam hayati, dan supaya pestisida
dapat digunakan efektif, maka peredaran, penyimpanan dan penggunaan pestisida
diatur dengan Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1973.
Standar
keamanan untuk pengaplikasian pestisida dan pengarahan untuk penggunaan yang
aman dari pestisida, seperti cara pelarutan, jumlah (konsentrasi), frekuensi
dan periode dari aplikasi, ditentukan oleh aturan untuk meyakinkan bahwa
tingkat residu tidak melebihi dari standar yang telah ditetapkan. Keamanan dari
produk-produk pertanian dapat dijamin bila bahan-bahan kimia pertanian
diaplikasikan berdasarkan standar keamanan untuk penggunaan pestisida.
b. Penggunaan
Pestisida dengan Memperhatikan Kondisi Lingkungan
Untuk
menghindari terjadinya pencemaran udara oleh adanya pestisida maka pada saat
penggunaan pestisida, pengguna harus memperhatikan beberapa hal yang mampu
mempengaruhi pendispersian polutan tersebut di udara. Faktor lingkungan seperti
temperatur, kecepatan dan arah angin, dan kelembaban udara sangat berperan
dalam mempercepat dan atau meringakan proses terjadinya pencemaran.
c. Pengendalian Hayati
Menggunakan Biokontrol
Peningkatan
pembangunan pertanian diarahkan pada sistem pertanian berkelanjutan, dimana
makna dari “berkelanjutan” adalah mengelola sumber daya yang ada sehingga dapat
digunakan secara berkesinambungan serta meminimalisasi dampak negatif yang
timbul. Dengan adanya pertanian berkelanjutan, maka penggunaan pestisida dapat
secara teliti dan bertanggung jawab.
Dalam
pertanian berkelanjutan, petani harus belajar dan meninggalkan metode produksi
yang memakai banyak bahan kimia. Memakai cara rotasi tanam, menanam kacangan
dan rumput untuk mengisi persediaan N, merawat tanah dengan pupuk dan kompos,
serta mendaur ulang bahan organik. Pendekatan ini akan melindungi tanah dan
mencegah pencemaran dan pencucian pupuk/bahan kimia dari tanah ke aliran
sungai. Dengan semakin ketatnya peraturan pemakaian bahan kimia, pengendalian
hayati atau biokontrol merupakan salah satu strategi untuk mengatasi dampak
pencemaran lingkungan akibat pemakaian bahan kimia untuk proteksi pertanian.
Pengendalian
suatu penyakit melalui biokontrol membutuhkan pengetahuan detail tentang
interaksi patogen inang dan antara patogen dengan mikroba-mikroba sekitarnya.
Pengetahuan ini sangat penting karena prinsip biokontrol adalah pengendalian
dan bukan pemberantasan patogen. Keberhasilan suatu biokontrol ditentukan oleh
kemampuan hidup agen biokontrol tersebut dalam lingkungannya.
Salah
satu agensia pengendalian hayati yang efektif yaitu jamur Trichoderma spp yang
mempu menangkal pengaruh negatif jamur patogen pada tanaman kedelai (tanaman
inang). Species Trichoderma harzianum dan Trichoderma viridae dapat
mengendalikan aktifitas jamur patogen Rhizoctonia solanii yang
memberikan pengaruh positif terhadap kemampuan berkecambah biji kedelai dan
pertumbuhan biomassa tanaman. Penelitian lain juga menyebutkan bahwa Mikorhiza
sp. juga mampu menanggulangi efek negatif patogen berupa bakteri penyakit
darah pada pisang. Pengendalian hayati sangat erat hubungannya dengan
pemanfaatan sistem ketahanan tanaman terhadap patogen penyebab penyakit. Ini
juga berhubungan dengan mekanisme reaksi biokimia di dalam jaringan tanaman
tersebut.
d. Metode Bioremediasi
Sebagai Tindakan Perbaikan
Sebagai
tindakan korektif bagi lahan yang telah tercemar oleh residu pestisida, saat
ini juga banyak dikembangkan metode “Bioremediasi”. “Bioremediasi” dikenal
sebagai usaha perbaikan tanah dan air permukaan dari residu pestisida atau
senyawa rekalsitran lainnya dengan menggunakan jasa mikroorganisme.
Mikroorganisme yang digunakan berasal dari tanah namun karena jumlahnya masih
terbatas sehingga masih perlu pengkayaan serta pengaktifan yang tergantung pada
tingkat rekalsitran senyawa yang dirombak.
pada
hari jumat jam: 20:45
3.
Tumbuhan
sebagai indicator dalam pencemaran lingkungan
Tumbuhan,
sifat-sifatnya merupakan pencerminan yang ada di dalam tumbuhan itu (hereditas),
tetapi selain itu pertumbuhannya juga dipengaruhi lingkungan. Jadi fenotipe yang terjadi merupakan paduan dari
hereditas dan lingkungan itu. Tumbuhan dapat hidup dengan baik di lingkungan
yang menguntungkan. Suatu tumbuhan atau komunitas tumbuhan dapat berperan
sebagai pengukur kondisi lingkungan tempat tumbuhnya, disebut indikator
biologi atau bioindikator atau fitoindikator. Etau dengan
istilah lain tumbuhan yang dapat digunakan sebagai indikator kekhasan habitat
tertentu disebut tumbuhan indikator.
Banyaknya tumbuhan yang dapat dijadikan sebagai indikator suatu lingkungan.
Dalam suatu komunitas tumbuhan beberapa diantaranya dominan dengan jumlah yang
melimpah. Tumbuhan semacam ini merupakan indikator yang penting karena mereka
sudah sangat erat hubungan dengan habitatnya. Dengan demikian dapatlah
dinyatakan bahwa komunitas atau setidak-tidaknya kebanyakan tumbuhan merupakan
indikator yang lebih baik daripada tumbuhan yang tumbuh secara individual.
Pengetahuan tentang indikator tumbuhan dapat membantu mencirikan sifat tanah
setempat, dengan demikian dapat untuk menentukan tanaman apa atau apa yang
dapat diusahakan di bagian tanah itu atau seluruh tanah di situ. Indikator
tumbuhan juga digunakan untuk memperkirakan kemungkinan lahan sebagai sumber
daya untuk hutan, padang rumput atau tanaman pertanian. Bahkan beberapa jenis
logam dapat dideteksi dengan pertumbuhan tumbuhan tertentu di suatu areal.
Azas-azas
tumbuhan indikator
Tumbuhan indikator mempunyai kekhususan, dengan demikian diperlukan adanya
pedoman umum yang kemungkinan dipunyai dalam penerapan di lapang.
Pedoman
umum atau azas itu antara lain :
1.
Tumbuhan sebagai indikator kemungkinan bersifat steno atau eury.
2.
Tumbuhan terdiri atas banyak spesies merupakan indikator yang lebih baik
daripada kalau terdiri atas sedikit spesies.
3.
Sebelum mempercayai sebagai suatu indikator harus dibuktikan dulu di
tempat-tempat lain.
4.
Banyaknya hubungan antara spesies, populasi dan komunitas sering memberikan
petunjuk sebagai indikator yang lebih dapat dipercaya daripada spesies tunggal.
Tipe-tipe
indikator tumbuhan
Tipe yang berbeda dalam indikator tumbuhan mempunyai peranan yang berbeda dalam
aspek tertentu.
1.
Indikator tumbuhan untuk pertanian
Kebanyakan indikator tumbuhan menentukan apakah tanah cocok untuk pertanian
atau tidak. Petumbuhan tanaman pertanian dapat berbeda di beberapa kondisi
lingkungan yang berbeda dan jika tumbuh dengan baik di suatu tanah berarti
tanah itu cocok untuk tanaman itu. Sebagai suatu contoh, rumput-rumput pendek
menandakan bahwa tanah di situ keadaan airnya kurang. Adanya rumput yang tinggi
dan rendah menandakan tanah tempat tumbuh rumput itu subur, dengan demikian
juga cocok untuk pertanian. Dhawar dan Nanda (1949) di India
mengemukakan beberapa indikator tumbuhan pada berbagai tipe tanah sebagai
berikut :
Daftar
2. Hubungan antara indikator tumbuhan dan karakteristik tanah
Indikator
tumbuhan
|
Karakteristik
tanah
|
Salvador
aleoides
|
Ca & Bo tinggi, baik untuk tanaman pertanian
|
Zizyphus
nummularia
|
Tanah
baik untuk pertanian
|
Prosopis
cineraria
|
Tanah baik untuk pertanian dengan adanya pengairan
|
Peganum
harmala
|
Tanah kaya akan N dan garam-garam, baik untuk pertanian
|
Butea
monosperma
|
Tanah
alkalinitasnya tinggi
|
Capparia
decidua
|
Tanah
alkalin
|
Sumber : Shukla &
Chandel (1985)
2. Indikator tumbuhan untuk
overgrazing
Kebanyakan tumbuhan yang menderita perlakuan karena adanya manusia/hewan yang
kurang makan ini mengalami modifikasi sehingga vegetasinya berbentuk padang
rumput. Sedangkan padang rumput sendiri kalau mengalami overgrazing akan
mengalami kerusakan dan produksinya sebagai makanan ternak akan turun.
Tumbuhan yang tahan tidak rusak tetapi seperti istirahat. Beberapa tumbuhan
menunjukkan sifat yang karakteristik bahwa di situ terjadi overgrazing.
Biasanya hal itu dicirikan dengan adanya beberapa gulma semusim atau gulma
tahunan berumur pendek, antara lain seperti Polygonum, Chenopodium, Lepidium
dan Verbena. Beberapa tumbuhan tidak menunjukkan atau sedikit menunjukkan
adanya peristiwa itu, yaitu seperti : Opuntia, Grindelia, Vernonia.
3. Indikator tumbuhan untuk
hutan
Beberapa tumbuhan menunjukkan tipe hutan yang karakteristik dan dapat tumbuh
pada suatu areal yang tidak terganggu. Pada umumnya di sini tumbuhan yang ada
menunjukkan bahwa sifat pertumbuhannya sesuai dengan kondisi hutan sehingga
bila di situ dijadikan hutan kemungkinannya akan berhasil.
4. Indikator tumbuhan untuk
humus
Beberapa tumbuhan dapat hidup pada humus yang tebal. Monotropa, Neottia
dan jamur menunjukkan adanya humus di dalam tanah.
5. Indikator tumbuhan untuk
kelembaban
Tumbuhan yang lebih suka hidup di daerah kering akan menunjukkan kandungan air
tanah yang rendah di dalam tanah, antara lain seperti : Saccharum munja,
Acacia, Calotropis, Agare, Opuntia dan Argemone. Sedangkan Citrullus
dan Eucalypus tumbuh di tanah yang dalam. Tumbuhan hidrofit menunjukkan
kandungan air tanah yang jenuh atau di paya.
Vegetasi
Mangrove dan Polygonus menunjukkan tanah mengandung air yang
beragam.
6.
Indikator tumbuhan untuk tipe tanah
Beberapa tumbuhan seperti : Casuarina equisetifolia, Ipomoea, Citrullus,
Cilliganum polygonoides, Lycium barbarum dan Panicum tumbuh di tanah
pasir bergeluh. Imperata cylindrica tumbuh di tanah berlempung. Kapas
suka tumbuh di tanah hitam.
7.
Indikator tumbuhan untuk reaksi tanah
Rumex acetosa Rhododendron, Polytrichum dan Spagnum menunjukkan
tanah kapur. Beberapa lumut menunjukkan tanah berkapur dan halofit menunjukkan
tanah bergaram.
8.
Indikator tumbuhan untuk mineral
Beberapa tumbuhan suka tumbuh di tanah-tanah dengan kandungan mineral yang
khas, tumbuhan semacam ini disebut Metallocolus atau Metallophytes.
Tumbuhan
semacam itu seperti di bawah ini :
a. Vallozia
candida menunjukkan adanya intan di Brasilia.
b. Equisetum
speciosa, Thuja sp, tumbuh di tanah yang mengandung mineral emas.
c. Eriogonium
ovalifolium tumbuh di tanah yang mengandung perak di USA.
d. Stelaria
setacea tumbuh di tanah yang mengandung air raksa di Spanyol.
e. Astragalus
sp., Neptunia amplexicalis, Stanleya pinnata, Onopsis condensator
menunjukkan adanya Selanium.
f. Astragalus
sp. tumbuh di tanah berkandungan uranium di USA.
g. Viscaria
alpina di Norwegia, Gymnocolea acutiloba di Amerika, Gypsophila
patrini di Rusia tumbuh di tanah yang kandungan Cu nya tinggi.
h. Viola
calaminara, V. lutea di Eropa tumbuh di tanah yang mineral Zinc nya
tinggi.
i. Salsola
nitrata, Eurotia cerutoides tumbuh di tanah yang kandungan BO tinggi.
j. Silene
cobalticola di Kongo dan Nyssa sylvatica di Amerika tumbuh di tanah
dengan kandungan Cobalt tinggi.
k. Lychnis
alpina di Swedia menunjukkan adanya Ni.
l. Allium,
Arabis Oenothera, Atriplex tumbuh di tanah yang ber Sulfur.
m. Lycium,
Juncus, Thalictrum tumbuh dengan adanya lithium (Li).
n. Damara
orata, Dacrydium aledonicum di skotlandia tumbuh di tanah mengandung
mineral Fe (Iron).
o. Flex
aquifolium di Italia tumbuh dengan adanya Alumunium.
Kecuali
hal-hal di atas kandungan mineral dalam jaringan tumbuhan dapat menggambarkan
bagaimana daur biogeokimianya sehingga dapat juga menggambarkan status
lingkungan tempat tumbuhnya. Lyon dan Brooks (1969) mendapatkan
bahwa Olearia rani menjadi penilaian untuk molibdenium. Hal yang sama,
perak didapati dengan jelas di bagian-bagian tertentu pada daun. Kandungan
sulfat pada daun secara langsung berhubungan dengan konsentrasi SO2
udara. Farrar (1977) melihat bahwa kandungan sulfur pada pinus jarum
berhubungan dengan konsentrasi SO2. Kandungan fluroride pada daun
Sorghum vulgare menunjukkan bahwa udara yang tak terlalu jauh dari
tanaman itu tercemar dengan fluoride, jaraknya kira-kira lebih dari 4 km.
9.
Indikator tumbuhan untuk logam berat
Tanah yang mempunyai cadas berkandungan logam berat, khususnya Zn, Pb, Ni, Co,
Cr, Cu, Mr, Mg, Cd, Se dan lain-lain. Diantaranya Mn, mg, Cd dan Se bersifat
toksik untuk kebanyakan tumbuhan.
Kontaminasi
logam berat juga terjadi di daerah industri, baik yang berbentuk debu ataupun
garam dalam perairan di daerah industri tersebut.
Kebanyakan
tumbuhan sensitive terhadap logam berat. Membukanya stomata dipengaruhi,
fotosintesis S turun, respirasi terganggu dan akhirnya pertumbuhan terhambat.
Sebagian besar logam berat ini merupakan deposit di dinding sel-sel perakaran
dan daun.
Beberapa
tumbuhan metalofit dapat digunakan sebagai indikator untuk suatu deposit dekat
dengan permukaan tanah, sehingga cocok untuk ditanam di daerah pertambangan
atau industri. Cardominopsis halleri, Silene vulagaris, Agrotis tenuis,
Minuartia verna, Kichornia crassipes, Astragalus racemosus, Thlaspi alpestre
merupakan tumbuhan metafolit logam berat.
10.
Indikator tumbuhan untuk habitat saline
Beberapa tumbuhan tumbuh dan tahan dalam habitat dengan kandungan garam tinggi,
yang kemudian disebut halofit. Tumbuhan itu biasa hidup di pantai yang mesofit
atau hidrofit tak dapat hidup subur, karena dua yang disebut terakhir biarpun
tahan genangan tetapi tidak tahan kadar garam yang tinggi di air ataupun tanah
di situ. Kegaraman tanah antara lain oleh NaCl, CaSO4, NaCO3,
KCl.
Tumbuhan
yang dapat tumbuh di habitat semacam itu antara lain : Chaenopodium album,
Snaeda fructicosa, Haloxylon salicorneum, Salsola foestrida, Tamarix
articulata, Rhizophora mucronata, Avicennia alba, Acanthus ilicifllius.
Ketahanan terhadap garam merupakan kemampuan tumbuhan untuk melawan adanya
akibat yang disebabkan oleh garam sehingga kerusakannya tidak serius.
Ketahanan
itu tergantung pada spesies, tipe jaringan, vitalitas, nisban ion dan
peningkatan konsentrasi ion. Tumbuhan yang dapat hidup dalam 4 – 8% NaCl,
sedang yang tidak tahan akan mati bila NaCl 1 – 5%. Tumbuhan yang tahan antara
lain : Betula papyrivera, Elaeagnus angustifolia, Fraxinus excelstra,
Populus alba, P. canadensis, Rosa rugosa, Salix alba, Ulmus americana,
Juniperus chinensis, Pinus nigra.
11.
Indikator tumbuhan untuk pencemaran
Penggunaan vegetasi sebagai indikator biologi untuk pencemaran lingkungan sudah
sejak lama, kira-kira sejak seratus tahun yang lalu di daerah pertambangan.
Pengetahuan tentang ketahanan terhadap polutan terutama untuk vegetasi yang
tumbuh di daerah industri atau di daerah padat penduduk.
Pada
umumnya tumbuhan lebih sensitive terhadap polutan daripada manusia. Tumbuhan
yang sensitiv dapat merupakan indikator, sedangkan tumbuhan yang tahan dapat
merupakan akumulator polutan di dalam tubuhnya, tanpa mengalami kerusakan.
Jamur, fungi dan Lichenea sensitive terhadap SO2 dan halide.
Konsentrasi
SO2 sampai 1% membahayakan tumbuhan yang lebih tinggi. Banyak bahan
kimia, pupuk, pestisida dan pemakaian bahan-bahan fosil yang tinggi melepaskan
substansi-substansi toksik ke lingkungan dan hal itu dapat diserap juga oleh
tumbuhan melalui udara, air atau tanah. Polutan di atmosfer yang berbahaya
untuk tumbuhan antara lain SO2, halide (HF, HCl), Ozone dan
Peroxiacetyl-nitrat (PAN) yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor, industri dan
radiasi yang kuat. Substansi berbahaya yang mencapai tumbuhan melalui udara
ialah : SO2, nitrogenoksida, ammonia, Hidrokarbon, debu, dan
habitat.
Tumbuhan
yang tumbuh di air akan terganggu oleh bahan kimia toksik dalam limbah
(sianida, khlorine, hipoklorat, fenol, derivativ bensol dan campuran logam
berat). Pengaruh polutan terhadap tumbuhan dapat berbeda tergantung pada macam
polutan, konsentrasinya dan lamanya polutan itu berada. Pada konsentrasi tinggi
tumbuhan akan menderita kerusakan akut dengan menampakkan gejala seperti khlorosis,
perubahan warna, nekrosis dan kematian seluruh bagian tumbhan. Di samping
perubahan morfologi juga akan terjadi perubahan kimia, biokimia, fisiologi dan
struktur.
Jaringan
dalam tumbuhan
Kerusakan
karena pencemaran dapat terjadi karena adanya akumulasi bahan toksik dalam
tubuh tumbuhan, perubahan ph, peningkatan atau penurunan aktivitas enzim,
rendahnya kandungan asam askorbat di daun, tertekannya fotosintesis,
peningkatan respirasi, produksi bahan kering rendah, perubahan permeabilitas,
terganggunya keseimbangan air dan penurunan kesuburannya dalam waktu yang lama.
Gangguan metabolisme berkembang menjadi kerusakan kronia dengan konsekuensi tak
beraturan. Tumbuhan akan berkurang produktivitasnya dan kualitas hasilnya juga
rendah. Kecuali itu struktur kayu juga berubah, cabang-cabang kering dan secara
perlahan pohon akan mati. Gejala adanya pencemaran pada tumbuhan sangat
bervariasi dan tidak spesifik. Suatu polutan berpengaruh terhadap tumbuhan yang
berbeda dengan cara yang berbeda-beda dan suatu gejala dapat terjadi karena
suatu substansi. Pengaruh faktor-faktor luar seperti polutan pada tumbuhan
tergantung spesiesnya, fase perkembangannya dan jaringan atau organ yang
terkena. Perubahan morfologi suatu tumbuhan dan komposisi floristik suatu komunitas
tumbuhan dapat digunakan untuk menduga adanya perubahan lingkungan.
Beberapa
perubahan yang terjadi pada tumbuhan yang dapat digunakan sebagai indikator
pencemaran antara lain perkecambahan, perubahan morfologi, perubahan biokemis
dan fisiologi.
Perkecambahan
Perkecambahan
biji banyak digunakan untuk memantau tanggapannya terhadap pecemaran.
Parameter-parameter pertumbuhan seperti persentase perkecambahan, daya hidup
biji, tinggi bibit, pengembangan kotil dan berat kering/segar dapat digunakan
untuk mendeteksi bahan pencemaran yang khas. Phaseolus vulgaria tumbuh di
daerah bebas asap atau dipengaruhi asap. Thiosulfat berpengaruh toksik dan
menghambat perkecambahan pada kebanyakan tumbuhan.
Di
samping perkecambahan biji, perkecambahan tepung sari Nicotiana sylvestris
juga digunakan untuk mengidikasikan pencemaran.
Perubahan
morfologi
DN Rao
(1977) telah mempelajari
tanggapan terhadap pencemaran pada beberapa tumbuhan sebagai indikator. Polygonum,
Rheum, Vicia, Phaseolus dan Capsella telah diobservasi sebagai
indikator pencemaran.
Menurut
Brandt (1974) kebanyakan spesies tumbuhan dapat digunakan untuk
mendeteksi adanya komtaminasi. Pada umumnya tanggapan tumbuhan terhadap bahan
pencemaran bersifat karakteristik tetapi tidak spesifik. Usaha-usaha telah
dilakukan untuk mengembangkan jenis-jenis tumbuhan yang dapat digunakan sebagai
indikator yang spesifik untuk suatu bahan pencemar.
Jagung,
ketela rambat dan gandum yang pertumbuhannya terhambat sebagai tanda adanya
keracunan yang tinggi. Penurunan panjang akar, panjang batang, jumlah anakan,
daun, bulir dan biji pada gandum telah dipalorkan terjadi di daerah yang
tercemar oleh debu semen. Keadaan yang sama pada tinggi tanaman, jumlah daun
dan jumlah buah per tanaman kapas menunjukkan adanya suatu pencemaran.
Penghambatan
pertumbuhan lateral pada pohon-pohn di hutan disebabkan oleh debu batu kapur.
Pohon pinus tidak dapat tumbuh dengan baik di daerah yang tercemar oleh SO2
telah pula dilaporkan bahwa daun merupakan organ yang sensitif terhadap
pencemaran. Nilai indikator untuk pencemaran pada daun telah dilakukan oleh
beberapa ahli dalam hubungannya dengan beberapa variasi kondisi. Kerusakan daun
gejalanya bersifat karakteristik untuk bahan pencemar tertentu. Karakteristik
itu meliputi pembentukan pigmen, khlorosis, menjadi kuning, nekrosis dan
sebagainya.
Daun
tumbuhan dikotil umumnya menunjukkan adanya bercak antara tulang-tulang daun
dan pada monokotil umumnya terjadi garis nekrosis antara tulang-tulang daun
paralel. Kerusakan dapat terjadi juga pada tepi dan pucuk daun. Tanda-tanda
yang diakibatkan oleh Ozone, Nitrogen oksida dan Khlorine hampir sama.
Pengurangan perluasan daun kotiledon dalam tanggapannya terhadap pencemaran
telah diamati untuk beberapa kasus. Luka-luka nekrotik dan penurunan
produktivitas primer bersih dalam konsentrasi SO2 yang berbeda-beda
telah dilaporkan oleh LC Mishra (1980). Pada saat ini morfologi
epidermis telah dipelajari sebagai indikator dalam tanggapannya terhadap bahan
pencemar khususnya SO2. Kerusakan kutikula dan epidermis dapat
digunakan untuk mengidikasikan adanya pencemaran udara.
Berat
kering daun, penurunan tebal daun, ukuran sel, kehilangan daun dan cepatnya
penuaan menandakan adanya pencemaran asap dan SO2.
Yunus dan Ahmad (1980) telah mengamati bahwa daun
tumbuhan di daerah yang tercemar oleh debu dari pabrik semen mempunyai
kerapatan stomata dan trichomata yang tinggi, sel epidermis dan ukuran
trichomata lebih kecil dibandingkan dengan bila tidak tercemar.
Daftar
3. Tumbuhan indikator pencemaran dan sifat karakteristiknya (Legtan, 1971)
Polutan
|
Sifat karakteristik
|
Tumbuhan indikator
|
Ozone
|
Bercak
atau garis merah atau coklat pada permukaan atas daun; pencemaran yang lebih
berat, tepi daun mengerut, kelayuan pada bagian apikal pada pinus jarm.
|
Salvia,
Dahlia, Pinus
|
SO2
|
Bercak transparan pada tepi atau dekat tulang daun,
karena jaringan yang mati.
|
Ficus,
Xenia, Pinus.
|
Hidrogen
florida
|
Jaringan bagian apikal dan tepi daun rusak.
|
Gladiolus,
Pinus.
|
Feroksiasetil
nitrat
|
Kerusakan
khlorofil daun dan sel-sel permukaan bawah mati
|
Chrysanthemum,
Pitunia, Salvia, Primrose.
|
Sumber
: Shukla & Chandel (1985)
Perubahan biokimia dan
fisiologi
Komposisi kimia daun telah
luas digunakan sebagai indikator kondisi lingkungan. Di antara
perkiraan-perkiraan biokemis yang dianggap parameter penting adalah analisis
pigmen. Khlorofil a dan b telah diukur sebagai indeks tanggapan terhadap
pencemaran tertentu. Pada Cassia, Cynodon; 50% penurunan khlorofil akan terjadi
sedangkan Saccharum hanya terpengaruh sedikit. Estimasi kemis seperti protenis,
asam amino, gula terlarut, sukrose, pati, gula reduksi, vit.C, ribofalvin,
thiamin dan karbohidrat digunakan untuk menginduksikan pencemaran udara. Aktivitas fisiologi seperti pembukaan stomata, laju
fotosintesis dapat juga digunakan sebagai indikator pencemaran. Fotosintesis
sebagai parameter digunakan untuk campuran SO2, NO2 dan
debu.
Parameter
enzimatik juga digunakan untuk beberapa bahan pencemar.
Parokside merupakan indikator pencemaran yang sensitive
bila tanda kerusakan tak tampak.
Kellar
(1974) dan Jager (1975)
melaporkan suatu tanggapan enzim yang berlainan di suatu daerah yang tercemar
oleh florid, asap automobil dan SO2. Dengan demikian adanya
aktivitas enzim tertentu pada suatu spesies tumbuhan dapatlah dihubungkan
dengan jenis bahan pencemar tertentu, khususnya pencemaran udara. Parameter
dengan menggunakan enzim itu antara lain dengan ribulose difosfat karboksilase,
glutamatpiruvat transaminase, glutamat oksalasetat transaminase dan peroksidase
untuk pencemaran SO2.
http://smk3ae.wordpress.com/2008/10/30/tumbuhan-sebagai-indikator-dalam-pencemaran-lingkungan/
diakses pada hari jumat, 07 september 2012. Pukul: 21:15
0 komentar:
Posting Komentar